LSM LIRA Duga Tiga Perusahaan Sawit di Bawah Naungan Astra Group Kelola Ribuan Hektare Lahan di Luar HGU Resmi

0
1048

Rekam-Jejak.com PASANGKAYU – Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) menduga bahwa tiga perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di bawah naungan Astra Agro Lestari Group di Kabupaten Pasangkayu mengelola ribuan hektare lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU) yang sah dan telah disahkan oleh pemerintah.

Dugaan ini mengemuka setelah tim investigasi LIRA menemukan adanya ketidaksesuaian antara peta HGU resmi yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan wilayah aktual yang telah digarap dan ditanami oleh ketiga perusahaan sawit tersebut.

“Kami menemukan indikasi kuat bahwa sebagian besar dari lahan yang saat ini dikelola tidak tercantum dalam dokumen HGU resmi. Ini menimbulkan pertanyaan serius terkait legalitas operasional mereka di wilayah tersebut,” ujar Ketua LSM LIRA.

Jika terbukti benar, aktivitas ketiga perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Dalam Pasal 6 UUPA, dinyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”, dan dalam Pasal 15 UU Perkebunan disebutkan bahwa setiap pelaku usaha perkebunan wajib memiliki izin usaha perkebunan dan mengusahakan lahan sesuai dengan izin lokasi dan HGU yang ditetapkan.

Sementara itu, Pasal 55 UU Perkebunan mengatur sanksi pidana bagi pihak yang mengelola usaha perkebunan tanpa hak atas tanah dan izin usaha yang sah, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp10 miliar.

LSM LIRA mendesak pemerintah pusat melalui Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Pertanian untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap izin HGU dan izin usaha perkebunan ketiga perusahaan sawit tersebut, PT. Letawa, PT. Mamuang dan PT. Pasangkayu. Selain itu, LIRA juga meminta aparat penegak hukum menindak tegas jika ditemukan pelanggaran terhadap hukum agraria dan lingkungan hidup.

“Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga soal keadilan bagi masyarakat adat dan petani lokal yang lahannya bisa saja turut terdampak. Pemerintah tidak boleh abai,” tegas Ketua LIRA.

LEAVE A REPLY